Senin, 28 Juni 2021

Hubugan Cina-AS yang memilukan

 Oleh : Dahlan Iskan


SIAPA yang bisa menasihati Amerika?

 Mungkin tidak ada.

Tapi guru besar ini mencobanya. 

Ia juga seorang diplomat hebat.

 Namanya: Prof Dr Kishore Mahbubani. 

Ia pernah menjabat ketua Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

Ia duta besar Singapura untuk PBB –selama dua periode yang panjang. 

Ia lantas menjabat dekan kebijakan publik Lee Kuan Yew School di Singapore National University.


Dan Mahbubani adalah juga penggemar lagu-lagu India.

 Khususnya yang dinyanyikan oleh Mohamad Rafi –yang lagunya menghiasi ribuan film India. 

Rafi sampai mendapat gelar ''Penyanyi Abad Ini'' - -meninggal tahun 1980. 

Di umurnya yang relatif muda: 55 tahun. 

Sambil menulis ini pun saya mendengarkan lagu-lagunya Rafi itu.


Mahbubani lahir di Singapura. 

Orang tuanya mengungsi dari India.

 Yakni saat terjadi kerusuhan masal yang hebat di India. 

Yakni saat tiba-tiba Inggris memisahkan Pakistan dari India.

 Tanggal 14 Agustus 1947. 

Penduduk yang Islam harus mengungsi ke wilayah yang disebut Pakistan. 

Yang Hindu harus pindah ke tanah yang disebut India. 

Dalam waktu satu hari.

 Sangat berdarah.


Profesor Mahbubani kini berumur 74 tahun.

 Masih sangat sehat dan segar. 

Sudah pula menulis 8 buku. 

Mengenai Amerika, Asia, Tiongkok, dan Singapura. 

Semuanya laris.

 Semuanya jadi pegangan para pengambil kebijakan di banyak negara.


"Kita harus membantu Presiden Joe Biden agar Amerika sukses," ujarnya dalam suatu Webinar internasional belum lama ini. 

Sampai sekarang video Webinar itu terus beredar luas. 

"Kita" yang ia maksud adalah para pemimpin Asia.


"Kalau sampai Biden gagal, Donald Trump akan kembali," kata Mahbubani. 

Dan itu bencana bagi dunia.


Ia pun menasihati Amerika agar realistis.

 "Menghalangi Tiongkok menjadi kekuatan nomor 1 di dunia akan gagal. 

Pasti gagal," ujar Mahbubani.


Untuk apa Amerika punya niat seperti itu.

 Seperti tidak senang melihat orang lain maju.


Tiongkok sendiri tidak punya tujuan untuk menjadi nomor 1 di dunia. 

Tujuan utama Tiongkok adalah mengentas kemiskinan rakyatnya.

 Lalu memakmurkannya. 

Dan memajukan negaranya.


Hanya saja ketika tujuan itu tercapai secara otomatis Tiongkok menjadi kekuatan nomor 1 dunia.


Mahbubani juga menilai Amerika itu ingin komunisme lenyap dari Tiongkok.


"Itu juga tidak mungkin.

 PKC itu partai terkuat di dunia. 

Bahkan kini banyak universitas di Amerika mulai mengkaji kesuksesannya," ujar Mahbubani.


Amerika, katanya, harus menyadari bahwa abad ini tidak sama lagi dengan abad yang lalu.

 Abad yang lalu adalah abad yang bisa membuat Amerika menjadi negara paling hebat di dunia. 

Ia lantas menguraikan kehebatan Amerika di segala bidang kehidupan.


Tapi Amerika kini punya persoalan internal yang berat. 

Itu sudah terjadi sejak 30 tahun terakhir. 

Yakni, pendapatan 50 persen masyarakat Amerika terus menurun.


Menurut Mahbubani Amerika harus tahu kenyataan itu. 

Dan harus mengambil langkah mengatasinya.

 Tanpa pemikiran yang baru, pendapatan 50 persen masyarakatnya akan terus menurun.


Misalnya: mengapa Amerika menganggarkan USD 1,3 triliun untuk pertahanan. 

Yakni untuk menciptakan pesawat tempur tercanggih.

 Mengapa anggaran itu tidak untuk menaikkan ekonomi 50 persen masyarakatnya.


"Sebaliknya Tiongkok menganggarkan USD 1,7 triliun untuk membangun infrastruktur di banyak negara," ujar Mahbubani.


Itu akan membuat Amerika semakin kehilangan pengaruh di dunia.


Maka profesor itu tegas sekali mengatakan: hentikan perang dagang, hentikan memojokkan Tiongkok, jangan mancing - mancing soal Taiwan dan segera bebaskan Meng Wanzhou –putri pendiri Huawei itu.


Untuk memperbaiki ekonomi 50 persen penduduk lapisan bawahnya itu, menurut Mahbubani, tidak ada jalan lain kecuali kerja sama dengan Tiongkok. 

"Pasar ritel Tiongkok itu besar sekali," ujarnya.


Tahun 2019, pasar ritel Tiongkok sebesar USD 3 triliun. 

Pasar ritel Amerika memang masih USD 4 triliun. 

Tapi sekarang ini pasar ritel Tiongkok sudah USD 6 triliun. Sedang pasar ritel Amerika USD 5 triliun.


Jadi Tiongkok memang sedang dalam proses menuju menang.

 Kenyataan baru ini tidak bisa dihalangi.

 Apalagi lewat kebijakan pemisahan ekonomi Amerika dan ekonomi Tiongkok. 

Itu pula topik bahasan buku terbaru Mahbubani: Has China Won.


Biden sendiri, kata Mahbubani, sebenarnya pernah mengatakan Tiongkok memang akan menjadi nomor satu dunia.

 Pada saatnya. 

Biden sudah menyadari kenyataan baru itu.

 Bahkan Biden mengatakan itu akan terjadi di depan matanya sendiri. 

"Tapi rasanya tidak mungkin dalam empat tahun ini," ujar Mahbubani. 

Yang mungkin adalah –saat itu nanti terjadi– Biden masih hidup dan mengalaminya.


Indonesia pun tidak akan bisa menolak kenyataan itu. 

Senang atau benci.

 Misalkan orang se Indonesia ramai-ramai kompak membenci Tiongkok. 

Pun tidak akan menghalangi negara itu menjadi nomor satu.


So what. 

Maka fokus kita baiknya terus menginventarisasi apa saja yang bisa kita manfaatkan dari Tiongkok. 

Terutama pasarnya yang sangat besar itu.


Tapi, sekarang ini, siapa yang berani bicara pro Tiongkok di Amerika?

 Pun di sini?

 Pembicaraan soal ini harus dibuka. 

Justru agar tahu apa yang harus kita lakukan atas kenyataan baru itu.


"Kalau di Washington DC ada yang usulkan kembali berhubungan baik dengan Tiongkok, ia bisa ditembak orang," ujar Mahbubani.


Juga di Indonesia?

 (Dahlan Iskan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menimbang Risiko Inflasi, Resesi, dan Stagflasi dalam Perekonomian A.S.

  Prospek ekonomi makro terus mendominasi agenda eksekutif. Tahun lalu, ketika permintaan melonjak dan rantai pasokan tersendat, banyak peru...